Memperkenalkan komunitas via
internet juga dilakukan. Misalnya, lewat mailing list (milis) corona_mark2@yahoogroups.com. Milis ini tidak saja dimanfaat
sebagai ajang curhat atau sharing sesama pemilik Mark II, tapi juga sebagai media untuk merangkul calon anggota baru
komunitas ini.
"Maksud pembentukan milis, kita
masing-masing mencari informasi yang dibutuhkan. Misalnya apa yang bisa didapat dari klub, apa untungnya masuk komunitas ini.
Dari milis nanti nanti akan ketahuan siapa-siapa saja yang tertarik atau siapa saja yang punya dedikasi. Nanti akan terseleksi,
mana yang benar-benar antusias masuk klub dan mana yang tidak. Seleksi alam deh. Lagipula, kita tidak bakal bikin
komunitas atau milis kalau tidak ada manfaatnya," terang Eduardi Prahara, penanggung jawab milis.
Dari cara-cara tadi, awalnya
berhasil terkumpul 10 orang pemilik Mark II. Lambat laun anggota bertambah menjadi 20 orang. Jumlah tersebut sampai kini tetap
bertahan. "Mungkin tahun depan saya kira anggota makin banyak," kata Priyo Sembodo, salah seorang dari penggagas TMCI.
Rencananya tahun depan para
maniak Corona lawas ini mencoba menarik simpati lebih besar lagi di daerah dengan cara konvoi touring. "Istilahnya,
kita sowan ke daerah di Jawa. Kita temuin tokoh-tokoh otomotif di sana. Dari Jakarta kita bawa indentitas
TMCI, bahwa TMCI kompak dan jelas. Selain itu, kita ingin tahu juga bagaimana respon di daerah. Jika tanggapannya positif,
maka peresmian klub tidak perlu menunggu waktu lama lagi," kata Arie.
Komunitas sudah solid, arah
tujuannya jelas, dan aktivitas telah berjalan rutin, terlebih sudah ada respon dari Ikatan Motor Indonesia (IMI), nah tunggu
apalagi untuk membakukan klub? "Memang, arahnya ke sana. Sebelum meresmikan klub, lebih dulu kita memperkuat kesolidan internal.
Ya, istilahnya kita matangkan dulu, deh. AD/ART dan struktur organisasi kayak apa, masih kita bahas," ujar Arie.
Pendapat Arie memang beralasan.
Ia dan kawan-kawan tidak ingin klub terbentuk asal jadi. Kalau dibentuk macam ini, komunitas dipastikan akan tambal sulam.
Arie dan rekan-rekan sealiran ingin komunitas matang dulu secara formal, punya kesamaan persepsi serta wawasan. Jangan sampai
timbul kesan, apalagi di mata daerah, TMCI terbentuk secara tergesa-gesa. Hal ini bikin orang yang ingin masuk klub berpikir
2 kali. "Kita tidak ingin seperti membuka botol minuman soda. Begitu dibuka tutupnya, bunyi sodanya keluar namun tak lama
kemudian hilang dan sepi. TMCI berupaya keras tidak seperti itu," tegas pengagum Juan Pablo Montoya ini.
Arie mengaku, sebelum TMCI diresmikan,
komunitas ini selain masih menunggu masukan-masukan dari Jakarta, juga menunggu pertimbangan-pertimbangan dari daerah. Karena
TMCI bukan cuma milik Jakarta, mereka tidak bisa putuskan sendiri. Lantaran belum ada struktur kepengurusan dan kebijakan
klub, maka belum ada keputusan tentang hak dan kewajiban anggota komunitas. "Sambil berjalan saja. Makanya saat ini kita belum
ada policy terhadap satu sama lain," urai Arie. "Namun dasarnya memang ke sana (klub otomotif). Dan bila nantinya
organisasi mengarah ke hak dan kewajiban, saya kira itu bagus. Supaya klub tetap berjalan secara perofesional," timpal Priyo.
Keanggotaan dan Stiker Uniknya, meski tanpa struktur organisasi,
setiap orang yang mau menjadi bagian dari komunitas ini sudah paham akan tata krama serta atmosfer yang hinggap di komunitas
ini. Mereka yang mau terintegrasi demi melampiaskan show of force kemewahan, pamer, apalagi hura-hura, jelas bukan
TMCI tempatnya.
"Kita sebagian besar sudah berkeluarga.
Jadi bukan 'anak kecil' lagi. Tidak pantas lah seperti itu. Dasarnya adalah menimbulkan kebanggaan bersama terhadap
Mark II dan menyamakan persepsi, di samping mencari teman baru sehobi dan mempererat tali persaudaraan sesama anggota," jelas
Arie.
Tak heran bila ada calon anggota
yang mau menjadi bagian dari komunitas ini akan merasa diperlakukan istimewa. Karena, senioritas tidak berlaku di TMCI. Para
anggotanya telah menciptakan atmosfer keakraban.
Walaupun basisnya boleh dibilang
orisinalitas, orisinil dalam artian sudah dari pabriknya, klub ini tidak pernah melarang orang yang memodifikasi Mark II gila-gilaan
masuk TMCI. "Kita tidak pernah menentukan. Mau masuk silakan, pokoknya tidak ditolak. Yang penting dia bangga mengendarai
Mark II. Itu yang kita cari," tegas Arie lagi.
Hal menarik lain yang sayang
untuk dilewatkan adalah soal pemberian stiker 'abadi' pada setiap anggota. Setiap anggota yang memperoleh nomor anggota yang
tercantum di stiker itu bersifat abadi. Arie mencontohkan, kalau ada anggota yang menjual mobilnya, maka ia tetap memegang
nomor tersebut, dan tetap dianggap sebagai anggota. Nomor urut berlaku seumur hidup. Sementara, si pembelinya yang kalau kebetulan
masuk klub juga memakai nomor itu, namun nomor tersebut diberi embel-embel tanda khusus.
"Ini maksudnya untuk membuktikan
bahwa populasi Mark II masih ada, masih banyak di Indonesia," tandasnya.
 |
Siapa bilang komunitas otomotif
yang pendirian organisasinya belum baku selalu tidak punya arah dan kegiatan yang jelas? Anggapan ini tak seratus persen benar,
meski tak seratus persen pula salah. Kecuali bagi Toyota Mark II Club Indonesia (TMCI).
Meski baru bersifat embrio,
arah pendirian dan kegiatan komunitas TMCI sudah jelas. Contohnya, sudah tak terhitung banyaknya aktivitas seputar otomotif
yang mereka gelar. Soal jumlah, kegiatan mereka jelas tak kalah dengan klub otomotif yang organisasinya sudah baku. Sebut
saja, komunitas ini pernah melakukan tabur bunga di hotel JW Marriot Jakarta, baksos, ramah tamah dengan jajaran pimpinan
Polda Metro Jaya maupun ramah tamah dengan sesama klub otomotif Ibu Kota. Hanya, namanya komunitas otomotif, sudah barang
tentu aktivitas lebih banyak diisi diskusi menyangkut otomotif.
Pembentukan klub TMCI tidak
sekadar ingin mencari teman sehobi yang kebetulan punya besutan satu tipe. Ada juga niatan mengembangkan kebanggaan mengendarai
Mark II dan saling transformasi ilmu soal tunggangan.
Soal dinamika dan semangat mereka
berkegiatan, komunitas ini mirip anak balita yang hiperaktif. Para pentolannya tak kenal lelah, terus mengalirkan ide. Pepatah
"diam itu emas" tampaknya tak cocok disematkan pada anak-anak TMCI. Bagi mereka, kalau banyak diam, ide dan jalan untuk memantapkan
organisasi jadi terbelenggu. Mereka tidak mau menjabat julukan "katak dalam tempurung". Makanya, diskusi membahas langkah
organisasi ke depan terus bergulir.
Berdiam diri malah bikin mereka
resah dan gelisah. Pokoknya, wajib ada kegiatan. Begitu yang ada di benak para anggota. Biar cuma 2 orang yang kumpul, diskusi
tetap harus berjalan. Tidak ada beda antara kumpul dengan 2 orang atau 20 orang. Sama saja. "Dua orang saja serasa 10 orang,
kok," kata Bagus Ariawan W (Arie). "Learning by doing, lah," lanjut Arie.
Mau tahu bukti eksistensi mereka?
Lihat saja rutinitas positif mereka tiap pekan. Ada diskusi rutin setiap Jumat-Minggu. Tempat diskusinya pun bukan tempat
asal-asalan. Bukan di pinggir jalan atau hanya di samping warung rokok. Bertempat di Komplek Pertokoan Duta Mas Blok D2/6
Fatmawati, Jakarta Selatan, Jumat malam para pencetus ide berdirinya klub ini menggelar pertemuan rutin di sebuah ruang rapat.
Materi pembicaraan? Apalagi
kalau bukan soal teknis tunggangan masing-masing, atau soal bengkel rujukan yang cocok buat Mark II. Tidak cuma itu, yang
lebih penting adalah memantapkan langkah organisasi ke depan. "Kalau Minggu sore kita kumpul di Parkit Senayan. Ya,
kumpul tidak sekadar kumpul, kita saling berbagi informasi," ujar pria penyuka bakmie ayam ini.
Sejarah Komunitas Bermula dari niat luhur 3 orang untuk
menyatukan kebanggaan dan kesamaan persepsi antarsesama pemilik Mark II di Indonesia, khususnya Jakarta, tercetuslah cita-cita
untuk membangun komunitas pemilik kendaraan tua Toyota itu. Mereka yang bercita-cita tersebut adalah Arie, Priyo Sembodo,
dan Empi.
Merasa seirama dalam langkah
dan keinginan, ketiga "Godfather" ini terus menggelar pertemuan, dari satu tempat ke tempat lain. Sayang kalau setumpuk
ide yang ada di kepala hanya untuk konsumsi pribadi. Apalagi, mereka meyakini populasi Mark II sebenarnya cukup banyak.
Di tengah kesibukan masing-masing,
mereka masih sempat menyisihkan waktu untuk bertemu membahas pembentukan klub. Maklum, tiga dedengkot TMCI ini sudah berkeluarga.
Kesibukan memang bukan menjadi alasan bagi mereka untuk mengubur impian membentuk sebuah wadah. Ketiganya mengaku tidak pernah
ngoyo. Kapan ada waktu mereka saling bertukar informasi.
Menurut Arie, lambat-laun pertemuan
tidak terbatas 3 orang itu. Sedikit demi sedikit mulai ada anggota baru. Bisa ditebak, diskusi terus berlanjut dengan intensitas
yang cukup tinggi. Ide-ide positif yang muncul mengalir deras tiada henti saat pertemuan. Akhirnya, sekian banyak ide tersebut
memunculkan alternatif pemikiran lain. Mereka menilai, kini saatnyalah melahirkan sebuah organisasi otomotif baru untuk menyatukan
persepsi dan kebanggaan yang sama terhadap Toyota Mark II.
Untuk menjaring rekan-rekan
sealiran, berbagai cara ditempuh. Ada cara manual, ada pula cara memanfaatkan teknologi internet. Yang manual, kata pria bertubuh
subur ini, membagikan leaflet saat TMCI mangkal di Parkit Senayan maupun saat berpapasan dengan pemilik Mark II di jalan.
"Di mana saja deh kita kasih leaflet. Disebarkan tidak hanya di Senayan, pokoknya ketemu
pemakai Mark II, ya kita kasih. Itu kalau kebetulan persediaan leaflet-nya masih ada. Kalau habis, ya kita kasih
tahu. Di bengkel-bengkel juga begitu," ujar pria yang hobi mendengarkan musik ini.
 |
Tidak seperti di klub otomotif
lain. Mendapatkan stiker di TMCI tidak perlu ada "ritual" khusus. Stiker di TMCI tidaklah perlu dikeramatkan. Misalnya, kalau
mobilnya dijual lalu stiker dicabut, atau mereka yang ingin menempelkan stiker di mobilnya harus lewat tahapan ritual tertentu.
"Kami tidak begitu. Begitu masuk, ya langsung dapat stiker. Tidak ada syarat khusus untuk mendapatkan stiker. Ya,
paling tidak ganti biaya cetak doang, kok. Maklum lah semua masih serba swadaya anggota," jelas Arie.
Menurut Arie, dewasa ini baru
10 stiker dengan nomor urut 1-10 yang dikeluarkan. Nomor itu diberikan karena 10 orang boleh dibilang sebagai motor penggerak
berjalannya komunitas ini. Kesepuluh orang tersebut rutin mengadakan diskusi tiap minggu. Sementara, anggota lain belum memperoleh,
karena memang organisasi belum baku. "Stiker bisa diambil kok, bisa dipasang di kaca kanan depan bagian bawah mobil.
Cuma seperti saya bilang tadi, ini baru sebatas komunitas, bukan klub. Jadi tidak ada kewajiban harus memiliki stiker," tukas
pria yang kadang mengisi waktu dengan mengunjungi kafe ini. "Oh ya, 10 orang yang dapat stiker itu, nomor stikernya diacak,
supaya tidak menimbulkan kesan yang mana yang paling dulu masuk komunitas," jelasnya lagi. Sekadar
informasi, kata Arie, ada dua stiker yang disematkan kepada anggota nantinya. Stiker pertama yang berlogo Toyota bertuliskan
TMCI berikut nomornya disematkan di kaca kanan depan bagian bawah. Sedangkan tulisan kepanjangan TMCI, yakni Toyota Mark II
Club Indonesia ditempel di kaca belakang bagian bawah. Khusus tulisan "Mark II" di stiker belakang diberi warna putih, yang
lain merah. "Tujuannya untuk menonjolkan Mark II-nya," terang Arie.

 |